Pendahuluan
Indonesia menganut sistem Good Governance (pemerintahan yang baik) di mana prinsip tersebut terdiri atas asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, serta asas akuntabilitas. Asas-asas ini diatur tersendiri dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Artinya, setiap kegiatan pemerintahan wajib menganut asas-asas ini. Dalam rangka mencegah serta menanggulangi kesewenangan pemerintah dalam menjalankan kegiatan maka terdapat peraturan yang mengatur hal-hal tersebut, tidak terkecuali pengadaan barang/jasa pemerintah. Ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah diatur pada Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Adapun peraturan ini mengacu pada Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Peraturan Presiden terkait Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah hingga saat ini telah diubah beberapa kali.
- Perubahan pertama yakni Peraturan Presiden (Perpres) nomor 35 tahun 2011, diikuti dengan
- Perubahan kedua yakni Perpres nomor 70 tahun 2012,
- dilanjutkan dengan Perpres nomor 172 tahun 2014, dan
- P erubahan ke empat yakni Perpres nomor 4 tahun 2015.
Perubahan-perubahan ini diakibatkan oleh banyaknya celah pada peraturan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah yang dapat disalahgunakan. Terdapat berbagai jenis cara dalam pemilihan pengadaan barang/jasa pemerintah yang diatur dengan peraturan ini. Pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dilakukan secara elektronik maupun konvensional. Dalam hal pemilihan penyedia barang/jasa lainnya dilakukan dengan pelelangan umum dan pelelangan sederhana yang dapat berupa penunjukkan langsung, pengadaan langsung, atau kontes/sayembara. Sementara itu, pemilihan penyedia pekerjaan konstruksi dilakukan dengan cara baik pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung maupun pengadaan langsung. Lalu, untuk jasa konsultasi dilakukan melalui cara seleksi sederhana, penunjukkan langsung, pengadaan langsung dan sayembara. Pemilihan cara-cara pengadaan barang/jasa ini tergantung dari nilai pengadaan itu sendiri yang sudah diatur dalam Presiden. Sayangnya, dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah konvensional, kerap kali terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh berbagai pihak. Alfian memetakan risiko kecurangan dalam pengadaan barang/jasa dalam masing-masing tahapan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Tahapan-tahapan tersebut adalah
- Perencanaan pengadaan,
- Pembentukan panitia pengadaan atau penunjukan pejabat pengadaan,
- Penetapan sistem pengadaan,
- Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan,
- Penyusunan perhitungan harga perkiraan sendiri (HPS),
- Penyusunan dokumen pengadaan barang dan jasa,
- Pengumuman dan pendaftaran peserta pelelangan,
- Tahap kualifikasi penyedia barang/jasa dan pengambilan dokumen penyedia barang/jasa,
- Penjelasan lelang/ aanwijzing,
- Penyampaian dan pembukaan dokumen penawaran,
- Valuasi penawaran,
- Pembuktian kualifikasi dan pembuatan berita acara hasil pelelangan,
- Penetapan dan pengumuman pemenang lelang,
- Sanggahan peserta lelang dan pengaduan masyarakat,
- Penandatanganan dan pelaksanaan kontrak serta penyerahan barang/jasa dan pembayaran pekerjaan. (Alfian, 2015).
Baca Artikel : Definisi Pengadaan Barang dan Jasa Berbasis Elektronik (E-Procurement)
Analisa dan Pembahasan
Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah mengatur masalah terkait etika yakni
- Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa,
- Bekerja secara profesional dan mandiri serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang/jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan,
- Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat
- Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak,
- Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak terkait,
- Menghindari terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa,
- Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara serta
- Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerma hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitn dengan pengadaan barang/jasa.
Akan tetapi, cukup disayangkan karena etika-etika yang telah diatur oleh peraturan presiden di atas seakan-akan kerap kali dilanggar. Hal ini dibuktikan dengan maraknya kasus korupsi yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah, seperti terlihat dari tren penindakan kasus korupsi yang dikeluarkan oleh Indonesian Corruption Watch. Pada tahun 2016 KPK menangani 482 kasus korupsi, dengan total 1.101 tersangka serta total nilai kerugian negara ebesar Rp1,45 triliun. Dari 482 kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2016, kasus korupsi di bidang pengadaan barang/jasa adalah sebesar 195 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 680 milliar. Artinya, 41% kasus korupsi terjadi pada proses pengadaan barang/jasa. Lalu pada tahun 2017, angka kasus korupsi meningkat menjadi 576 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp6,5 Trilliun. (Aida Ratna Zulaiha, acch.kpk.go.id, 21/2/18).
Kelebihan Penfadaan Barang/Jasa
Teo, Lin & Lai berpendapat bahwa kelebihan dari pengadaan barang/jasa elektronik terbagi menjadi dua yakni keuntungan langsung yang terdiri dari meningkatkan akurasi data, meningkatkan efisiensi dalam operasi, proses aplikasi yang lebih cepat, mengurangi biaya administrasi dan mengurangi biaya operasional serta keuntungan tidak langsung yakni membuat proses pengadaan lebih kompetitif, meningkatkan pelayanan serta meningkatkan hubungan dengan mitra kerja. (sbm.binus.ac.id, 2016) Proses Pengadaan elektronik memberikan peluang lebih besar kepada masyarakat untuk mengakses progres dari suatu proyek sehingga transparansi terjamin. Dengan mengandalkan aplikasi pun pengadaan barang/jasa elektronik bisa mempersingkat proses birokrasi dalam hal layanan publik di mana hal ini dapat menguntungkan pihak penyedia barang/jasa. Sistem pengadaan barang/jasa elektronik pun meminimalisir penggunaan dokumen fisik sehingga persaingan dapat berjalan dengan adil karena tidak mungkin ada kasus dokumen yang hilang, tertumpuk maupun terbawa orang lain, hal ini jelas menguntungkan penyedia barang/jasa.
Kekurangan Pengadaan Barang/Jasa
Meski demikian, sistem ini masih memiliki kelemahan. Permasalahan pertama terkait dengan keamanan. Sistem yang berbasis pada internet ini harus dilengkapi dengan keamanan ekstra demi mencegah adanya hacker yang dapat mengganggu proses pengadaan barang/jasa. Kelemahan kedua adalah adanya kesalahan dalam aplikasi sehingga sistem tidak dapat berfungsi secara efektif, proses dapat terhambat apabila laman mengalami gangguan teknis. Kelemahan lainnya terdapat pada kualitas jaringan internet masing-masing penyedia barang/jasa. Tentunya akan menimbulkan kesulitan bagi penyedia barang/jasa yang ingin berpartisipasi namun berada pada lokasi yang kualitas jaringan internetnya kurang baik. Selain itu, kekurangan lainnya adalah adanya penyedia barang/jasa fiktif. Dengan berkurangnya tatap muka dengan panitia pengadaan barang/jasa pemerintah memang meminimalisir kemungkinan suap. Akan tetapi, dengan diselenggarakannya pengadaan barang/jasa elektronik ini justru memungkinkan adanya pihakpihak yang berbuat curang supaya memenangkan proses ini dengan memasukkan perusahaan boneka selain perusahaan utamanya. Kelemahan selanjutnya adalah sumber daya manusia yang masih belum memadai. Masih ada kemungkinan di daerah-daerah tertentu belum memiliki sumber daya manusia yang memahami sistem pengadaan barang/jasa elektronik dengan baik sehingga lebih memilih untuk menggunakan sistem konvensional saja. Penyimpangan lainnya dapat terjadi atas niat dari para pelaku itu sendiri seperti penyuapan dan pemerasan dalam proses, penggelembungan biaya, penyusutan biaya, suap, penggelapan serta proyek fiktif dan persekongkolan. Meski demikian, dengan adanya sistem pengadaan barang/jasa elektronik, kelemahan yang dilatarbelakangi oleh niat manusia dapat terminimalisir.
Sumber:
Tinjauan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Sistem Pengadaan Barang/Jasa Elektronik Utami Reginasti 2018
Jurnal Pengadaan
Vol. 1 No. 2, April 2018 25-35
ISSN 1411-1234